JANGAN takut bertengkar. Kalimat tadi mungkin terasa aneh. Tapi sesungguhnya tidak. Banyak ahli yang mengatakan, hubungan yang tak pernah ditandai dengan pertengkaran, justru menyatakan ketidaksehatan hubungan itu. Dengan bertengkar, orang akan jadi jujur, dan mengemukakan semua keluhannya. Dan, melalui bertengkarlah, kita mungkin lebih tahu bagaimana cara memperbaiki diri.

Jika penyair Soebagyo Sastrowardoyo masih hidup, mungkin dia akan mengubah kalimatnya, "melalui dosa kita jadi dewasa", menjadi "melalui pertengkaran kita jadi dewasa". Ini bagi sebagian orang memang tampak aneh. Padahal, pertengkaran bisa menjadi sarana bagi kedekatan hubungan sebuah pasangan.

Menurut Dr. Les Parrot dalam buku tentang perkimpoian, yang berjudul Saving Your Marriage Before It Starts, bahwa adalah suatu hal yang mustahil bagi pasangan manapun untuk menghindari diri dari pertengkaran. Kepala kita menyimpan banyak hal, dan bukan suatu kewajiban untuk selalu menyamakan apa pun dengan pasangan kita. Maka, menahan diri dengan maksud untuk menghindari dari masalah, justru sebuah permulaan yang buruk.

"Bertengkarlah, jika masalah itu memang ada. Tapi ingat, Anda harus tahu tujuan dari pertengkaran itu, dan bagaimana mengorganisasinya dengan baik," anjur Parrot.
Pertengkaran adalah bumbu perkimpoian. Keromantisan pasangan kini bukan dilihat dari seberapa banyak mereka menghindari pertengkaran, tapi sejauh apa mereka telah melewati ratusan pertengkaran dan tetap merasa bahagia. Pertengkaran justru menyehatkan, dan membuat dewasa. Tapi, Anda perlu cara mengelolanya.

Membaca pikiran pasangan.

Kesalahan yang sering terjadi pada tiap pertengkaran adalah kita selalu terjebak pada pemikiran kita sendiri. Padahal kalau saja kedua pihak mampu menajamkan pandangan pada pikiran satu sama lain, maka proses pertengkaran menjadi permainan adu pendapat yang mengasikan.

Jangan menjatuhkan.

Anda boleh mngkritik pasangan, dengan memilih kata-kata yang tepat. Bukan mencemooh, mencela dan menjatuhkan. Rasanya akan sangat berbeda. Jika Anda mengkritik dengan baik, pertengkaran justru terjadi lebih sebagai sarana tukar pikiran yang terbuka, keras, tapi tanpa kepedihan. Ini amat menyehatkan.

Pahami topik-topik yang sensitif.

Memahami topik-topok yang sensitif, yang biasanya memancing emoso pasangan Anda adalah cara terbaik. Jika pun Anda ingin membicarakannya, pilihlah cara yang tepat mengutarakannya, atau bangun suasana yang intim, hingga dia tak tersinggung. Mungkin sehabis makan malam, atau seusai bercinta. Dalam kondisi seperti itu, dan Anda bisa mengatakannya seolah bercanda, pertengkaran bisa diminimalisir, dan masalah tetap dapat dibuka, dan bungkin diselesaikan.

Selalu jujur.

Ini penting. Jika keterbukaan dan kejujuran Anda jaga, tak akan ada masalah yang menumpuk, dan ini tak akan membuat pertengkaran menjadi hebat. Ungkapkan dan cari penyelesaian masalah sekecil apa pun, secepat mungkin. Jangan menimbunnya, dan berharap Anda akan lupa. Suatu waktu, itu akan jadi bumerang.

�Maaf Akhi, bukannya saya tidak menghormati permintaan akhi. Tapi rasanya kita cukup menjalin ukhuwah saja dalam perjuangan. Saya doakan semoga akhi menemukan pasangan lain yang lebih baik dari saya.�

Amboi, bagaimana rasanya bila kalimat di atas dialami oleh para ikhwan? Bisa saja langit terasa runtuh, hati berkeping-keping. Sang pujaan hati yang kita harapkan menjadi teman setia dalam mengarungi perjalanan hidup menampik khitbah kita. Segala asa yang pernah coba ditambatkan akhirnya karam. Cinta suci sang ikhwan bertepuk sebelah tangan.

Ya drama kehidupan menuju meghligai pelaminan memang beragam. Ada yang menjalaninya dengan smooth, amat mulus, tapi ada yang berliku penuh onak duri, bahkan ada yang pupus ditengah perjalanan karena cintanya tak bertaut dalam maghligai pernikahan.

Ini bukan saja dialami oleh para ikhwan, kaum akhwat pun biasa mengalaminya. Bedanya, para ikhwan mengalami secara langsung karena posisi mereka sebagai subyek/pelaku aktif dalam proses melamar. Sehingga getirnya kegagalan cinta �seandainya memang terasa getir- langsung terasa. Sedangkan kaum akhwat perasaanya lebih aman tersembunyi karena mereka umumnya berposisi pasif, menunggu pinangan. Tapi manakala sang ikhwan yang didamba memilih berlabuh dihati yang lain kekecewaan juga merebak dihati mereka.

Mengambil sikap

Ikhwan dan akhwat rahimakumullah, siapapun berhak kecewa manakala keinginan dan cita-citanya tidak tercapai. Perasaan kecewa adalah bagian dari gharizatul baqa' (naluri mempertahankan diri) yang Allah ciptakan pada manusia. Dengannya, manusia adalah manusia bukan onggokan daging dan tulang belulang. Ia juga bukan robot yang bergerak tanpa perasaan, tapi manusia memiliki aneka emosi jiwa. Ia bisa bergembira tapi juga bisa kecewa.

Emosi negatif, seperti perasaan kecewa akibat tertolak, bukannya tanpa hikmah. Kesedihan akan memperhalus perasaan manusia, bahkan akan meningkatkan kepekaannya pada sesama. Bila dikelola dengan baik maka akan semakin matanglah emosi yang terbentuk. Tidak meledak-ledak lalu lenyap seketika. Ia akan siap untuk kesempatan berikutnya; kecewa ataupun bergembira. Jadi mengapa tidak bersyukur manakala kita ternyata bisa kecewa? Karena berarti kita adalah manusia seutuhnya.

Kegagalan meraih cinta juga bukan pertanda bencana. Tapi akan memberikan pelajaran beharga pada manusia. Seorang filusuf bernama John Charles Salak mengatakan : "Orang-orang yang gagal dibagi menjadi dua; yaitu mereka yang berfikir gagal padahal tidak pernah melakukannya, dan mereka yang melakukan kegagalan dan tak penah memikirkannya."

Karenanya kegagalan bukanlah akhir dari segalanya, tapi justru awal dari segala-galanya. Meski terdengar klise tapi ada benarnya; ambillah pelajaran dari sebuah kegagalan lalu buatlah perbaikan diri. Tentu saja itu dengan tetap mengimani qadla Allah SWT.

Agar kegagalan mengkhitbah tidak menjadi petaka, maka ikhwan dan akhwat, persiapkanlah diri sebaik-baiknya, ada beberapa langkah yang bisa diambil.

Percayai qadla

Manusia tidak suka dengan penolakan. Ia ingin semua keinginannya selalu terpenuhi. Padahal ditolak adalah salah satu bagian dari kehidupan kita. Kata seorang kawan, hidup itu adakaanya tidak bisa memilih. Perkataan itu benar adanya, cobalah kita renungkan, kita lahir kedunia ini tanpa ada pilihan; terlahir sebagai seorang pria atau wanita, berkulit coklat atau putih, berbeda suku bangsa, dsb. Demikian pula rezeki dan jodoh adalah hal yang berada di luar pilihan kita. Man propose, god dispose. Kita hanya bisa menduga dan berikhtiar, tapi Allah jua yang menentukan.
�Sesungguhnya salah seorang di antara kalian dikumpulkan penciptaannya di dalam rahim ibunya selama 40 hari kemudian menjadi �alaqah kemudian menjadi janin, lalu Allah mengutus malaikat dan diperintahkannya dengan empat kata dan dikatakan padanya: �tulislah amalnya, rizkinya dan ajalnya.� (HR.Bukhari)

Maka kokohkanlah keimanan saat momen itu terjadi pada kita. Yakinilah skenario Allah tengah berlangsung, dan jadilah penyimak yang baik dengan penuh sangka yang baik padaNya. Tanamkan dalam diri kita �Allah Mahatahu yang terbaik bagi hamba-hambaNya'.

Jangan biarkan kekecewaan menggerogoti keimanan kita kepadaNya. Apalagi dengan terus menanamkan prasangka buruk padaNya. Segerahlah sadar bahwa ini adalah ujian dari Allah . akankah kita menerima qadla-Nya atau merutuknya?

Dengan demikian, fragmen yang pahit dalam kehidupan InsyaAllah akan memperkuat keyakinan kita bahwa Allah sayang pada kita. Demikian sayangnya, sampai-sampai Allah tidak rela menjodohkan kita dengan si fulan yang kita sangka sebagai pelabuhan cinta kita.

Bersiap untuk cinta dan bahagia

�Seandainya ukhti menjadi istri saya, saya berjanji akan membahagiakan ukhti,�demikian ungkapan keinginan para ikhwan terhadap akhwat yang akan mereka lamar. Puluhan, mungkin ratusan angan-angan kita siapkan seandainya si dia menerima pinangan cinta kita. Kita begitu siap untuk berbahagia dan membahagiakan orang lain. Sama seperti banyak orang yang ingin menjadi kaya, tenar dan dipuja banyak orang.

Sayang, banyak diantara kita yang belum siap untuk merasa kecewa. Dan ketika impian itu berakhir kita seperti terhempas. Tidak percaya bahwa itu bisa terjadi, ada akhwat yang �berani? menolak pinangan kita. Bila kurang waras, mungkin akan keluar ucapan, �berani-beraninya...� atau �apa yang kurang dari saya.....�

Akhi dan ukhti, jangan biarkan angan-angan membuai kita dan membuat diri menjadi tulul amal, panjang angan-angan. Sadarilah semakin tinggi angan membuai kita, semakin sakit manakala tak tergapai dan terjatuh. Ambillah sikap simbang setiap saat; bersiap diri menjadi senang sekaligus kecewa. Sikap itu akan menjadi bufferl penyangga mental kita, apapun yang terjadi kelak.

Manakala kenyataan pahit yang ada di depan mata, sang akhwat menolak khitbah kita atau sang ikhwan memilih �bunga' yang lain, hati ini tidak akan tercabik. Yang akan datang adalah keikhlasan dan sikap lapang dada. Demikian pula saat ia menjatuhkan pilihannya pada kita, hati ini akan bersyukur padaNya karena doa terkabul, keinginan menjadi kenyataan.

� Menakjubkan perkara seorang mukmin, sesungguhnya urusannya seluruhnya baik dan tidaklah hal itu dimiliki oleh seseorang kecuali bagi seorang mukmin. Jika mendapat nikmat ia bersyukur maka hal itu baik baginya, dan jika menderita kesusahan ia bersabar maka hal itu lebih baik baginya.� (HR. Muslim)

Bukan Aib

Ditolak? Emang enak! Wah, mungkin demikian pikiran sebagian ikhwan. Malu, kesal dan kecewa menjadi satu. Tapi itulah bentuk �perjuangan' menuju pernikahan. Kita tidak akan pernah tahu apakah sang pujaan menerima atau menolak kita, kecuali setelah mengajukan pinangan padanya. Manakala ditolak tidak usah malu, bukan cuma kita yang pernah ditolak, banyak ikhwan yang �senasib' dan �sependeritaan'.

Saatnya berjiwa besar ketika ditolak. Tidak perlu merasa terhina. Demikian pula saat banyak orang tahu hal itu. Bukankah apa yang kita lakukan adalah sesuatu yang benar?
Mengapa mesti malu.

�Kita mungkin takkan Bahagia'

Marah-marah karena lamaran tertolak? Mendoakan keburukan pada ikhwan yang tidak mencintai kita? Itu bukan sikap seorang muslim/muslimah yang baik. Tidak ada yang bisa melarang seseorang untuk jatuh cinta maupun menolak cinta. Sebagaimana kita punya hak untuk mencintai dan melamar orang, maka ada pula hak yang diberikan agama pada orang lain untuk menolak pinangan kita. Bahkan dalam kehidupan rumah tangga pun seorang suami dan istri diberikan hak oleh Allah SWT. Untuk membatalkan sebuah ikatan pernikahan.

Mengapa ada hak penolakan cinta yang diberikan Allah pada kita? Bahkan dalam pernikahan ada pintu keluar �perceraian'? jawabannya adalah sangat mungkin manusia yang jatuh cinta atau setelah membangun rumah tangga, ternyata tak kunjung memperoleh kebahagiaan ( al hanaah ) dari pasangannya, maka tiada guna mempertahankan sebuah bahtera rumah tangga bila kebahagiaan dan ketentraman tak dapat diraih. Wallahu'alam bi ash shawab

�Talak (yang dapat dirujuki) dua kali. Setelah itu boleh rujuk lagi dengan cara yang ma'ruf atau menceraikan dengan cara yang baik.� ( Al-Baqarah[2]:229 )

Berpikir positiflah manakala cinta tak berbalas. Belum tentu kita memperoleh kebahagiaan bila hidup bersamanya. Apa yang kita pandang baik secara kasat mata, belum tentu berbuah kebaikan di kemudian hari.

Adakalanya keinginan untuk hidup bersama orang yang kita idamkan begitu menggoda. Tapi bila ternyata cinta kita bertepuk sebelah tangan, untuk apa semua kita pikirkan lagi? Allah Maha Pangatur, ia pasti akan mempertemukan kita dengan orang yang memberikan kebahagiaan seperti yang kita angankan. Bahkan mungkin lebih dari yang kita harapkan.

Be positive thinking, suatu hari kelak ketika antum telah menikah dengan orang lain �bukan dengan si dia yang antum idamkan- niscaya antum takjub dengan kebahagiaan yang antum rasakan. Percayalah banyak orang yang telah merasakan hal demikian.

�Saya tak mungkin berbahagia tanpanya'

ini adalah perangkap, ia akan memenjarakan kita terus menerus dalam kekecewaan. Perasaan ini juga menghambat kita untuk mendapatkan kesempatan berbahagia dengan orang lain. Mereka yang terus menerus mengingat orang yang pernah menolaknya, dan masih terbius dengan angan-angannya sebenarnya tengah menyiksa perasaan mereka sendiri dan menutup peluang untuk bahagia.

Mari berpikir jernih, untuk apa memikirkan orang lain yang sudah menjalani kehidupannya sendiri? Jangan biarkan orang lain membatalkan kebahagiaan kita. Diri kitalah yang bisa menciptakannya sendiri. Untuk itu tanamkan optimisme dan keyakinan terhadap qadla Allah SWT. Insya Allah, akan ada orang yang membahagiakan kita kelak.

Cinta membutuhkan waktu

�maukah ukhti menjadi istri saya? Saya tunggu jawaban ukhti dalam waktu 1 X 24 jam!� Masya Allah, cinta bukanlah martabak telor yang bisa di tunggu waktu matangnya. Ia berproses, apalagi berbicara rumah tangga, pastinya banyak pertimbangan-pertimbangan yang harus dipikirkan. Ada unsur keluarga yang harus berperan. Selain juga ada pilihan-pilihan yang mungkin bisa diambil.

Jadi harap dipahami bila kesempatan datangnya cinta itu menunggu waktu. Seorang akhwat yang akan dilamar �contoh extrim pada kasus diatas- bisa jadi tidak serta merta menjawab. Biarkanlah ia berpikir dengan jernih sampai akhirnya ia melahirkan keputusan. Jadi cara berpikir seperti di atas sebenarnya lebih cocok dimiliki anggota tim SWAT ketimbang orang yang berkhitbah.

Ideal bagus, Tapi realistik adalah sempurna

�Suami yang saya dambakan adalah yang bertanggungjawab pada keluarga, giat berdakwah dan rajin beribadah, cerdas serta pengertian, penyayang, humoris, mapan dan juga tampan.� Itu mungkin suami dambaan Anda duhai Ukhti . tapi jangan marah bila saya katakan bahwa seandainya kriteria itu adalah harga mati yang tak tertawar, maka yang ukhti butuhkan bukanlah seorang ikhwan melainkan kitab-kitab pembinaan.
Kenyataannya tidak ada satupun lelaki didunia ini yang bisa memenuhi semua keinginan kita. Ada yang mapan tapi kurang rupawan, ada yang rajin beribadah tapi kurang mapan, ada yang giat dakwah dakwah tapi selalu merasa benar sendiri, dsb.

Ini bukan berarti kita tidak boleh memiliki kriteria bagi calon suami/istri kita, lantas membuat kita mengubah prinsip menjadi �yang penting akhwat� atau �yang penting ikhwan�. Tapi realistislah, setiap menusia punya kekurangan � sekaligus kelebihan. Mereka yang menikah adalah orang-orang yang berani menerima kekurangan pasangannya, bukan orang-orang yang sempurna. Tapi berpikir realistis terhadap orang yang akan melamar kita, atau yang akan kita lamar, adalah kesempurnaan

Maka doa kita kepada Allah bukanlah,�berikanlah padaku pasangan yang sempurna� tetapi �ya Allah, karuniakanlah padaku pasangan yang baik bagi agamaku dan duniaku.�

Kekuatan Ruhiyah

Percaya diri itu harus, tapi overselfconfidence adalah kesalahan. Jangan terlalu percaya diri akhi bahwa lamaran antum diterima. Jangan juga terlalu yakin ukhti, bahwa sang pujaan akan datang ke rumah anti. Perjodohan adalah perkara gaib. Tanpa ada seorang pun yang tahu kapan dan dengan siapa kita akan berjodoh. Cinta dan berjodohan tidak mengenal status dan identifikasi fisik. Bukan karena ukhti cantik maka para ikhwan menyukai ukhti. Juga bukan karena akhi seorang hamalatud da'wah lalu setiap akhwat mendambakannya.

Kita tidak bisa mengukur kebahagiaan orang lain menurut persepsi kita. Bukankah sering kita melihat seseorang yang menurut kita �luar biasa� berjodoh dengan yang �biasa-biasa'. Seperti seringnya kita melihat pasangan yang ganteng dan cantik, populer tapi kemudian berpisah. Inilah rahasia cinta dan perjodohan, tidak bisa terukur dengan ukuran-ukuran manusia

Maka landasilah rasa percaya diri kita dengan sikap tawakal kepada Allah. Kita berserah diri kepadaNya akan keputusan yang ia berikan. Jauhilah sikap takkabur dan sombong. Karena itu semua hanya akan membuat diri kita rendah dihadapan Allah dan orang lain. Intinya saya bermaksud mengatakan �jangan ke-ge-er-an' dengan segala title dan atribut yang melekat pada diri kita.

Beri cinta kesempata (lagi)

�..........dan jangan kamu berputus asa dari rahmat Allah. Sesungguhnya tiada berputus asa dari rahmat Allah, melainkan kaum yang kafir.� ( QS. Yusuf[12]:87 )
bersedih hati karena gagal bersanding dengan dambaan hati wajar adanya. Tapi bukan alasan untuk menyurutkan langkah berumah tangga. Dunia ini luas, demikian pula dengan orang-orang yang mencintai kita. Kegagalan cinta bukan berarti kita tidak berhak bahagia atau tidak bisa meraih kebahagiaan. Bila hari ini Allah belum mempertemukan kita dengan orang yang kita cintai, insyaAllah ia akan datang esok atau lusa, atau kapanpun ia menghendaki, itu adalah bagian dari kekuasaanNya

cinta juga berproses. Ia membutuhkan waktu. Ia bisa datang dengan cepat tak terduga atau mungkin tidak seperti yang kita harapkan. Ada orang yang dengan cepat berumah tangga, tapi ada pula yang merasakan segalanya berjalan lambat, namun tidak pernah ada kata terlambat untuk merasakan kebahagiaan dalam pernikahan. Beri kesempatan diri kita untuk kembali merasakan kehangatan cinta. � love is knocking outside the door.' Kata musisi Tesla dalam senandung love will find a way. Tidak pernah ada kata
menyerah untuk meraih kebahagiaan dalam naungan ridhoNya. Yang pokok, ikhwan atau akhwat yang kelak akan menjadi pasangan kita adalah mereka yang dirihoi agamanya.
�jika melamar kepada kalian seseorang yang kalian ridho agamanya dan akhlaknya maka nikahkanlah ia, bila kalian tidak melakukannya maka akan ada fitnah di muka bumi dan kerusakan yang nyata� (HR. Turmudzi)

� Wanita dinikahi karena satu dari tiga hal; dinikahi karena hartanya, dinikahi karena kecantikannya, dinikahi karena agamanya. Maka pilihlah yang memiliki agama dan akhlak (mulia) niscaya selamat dirimu.� (HR.Ahmad)



Pernah beli martabak dengan menu yang “biasa”? Hmm… rasanya juga kayaknya biasa-biasa aja. Beda banget dengan martabak yang spesial atau istimewa, baik penyajian maupun rasa so pasti lebih keren, lebih nikmat. Iya nggak sih? Begitupun ketika kita disuruh milih produk ponsel misalnya, kita pasti milih produk yang lebih keren ketimbang yang biasa-biasa aja. Kalo ponsel fungsinya sekadar bisa ngirim SMS or nelepon, produk ponsel dari berbagai merek terkenal sekalipun harganya bisa jauh lebih murah. Maklum, fasilitas biasa dan harga ‘dirinya’ juga biasa, gitu lho. Tapi silakan bandingkan sendiri dengan produk ponsel yang tak biasa, artinya yang luar biasa dalam arti positif: tampilannya, fiturnya, kemampuannya yang menganggumkan dibanding ponsel biasa, dan pasti harganya juga bakalan lebih mahal. Maklumlah, ponsel “sejuta umat” harganya pasti jauh di bawah ponsel jenis smartphone atau communicator Bahkan ada barang yang saking kerennya nggak bisa dijual di sembarang tempat dan jumlahnya terbatas.

Sobat muda muslim, kalo ngomongin benda biasa dan luar biasa insya Allah bisa nyambung ya. Nah, begitu pun dengan diri kita ini. Hidup kita pengen biasa-biasa aja, atau malah pengen banget menjadi luar biasa? Jawaban umumnya pasti ingin menjadi yang luar biasa, menjadi “the special one”, menjadi istimewa di hadapan siapa pun. Apakah menjadi istimewa atau spesial itu bisa dengan sendirinya? Hmm.. sayangnya nggak tuh. Tapi harus diupayakan sama diri kita sendiri. Sumpah, manusia biasa kayak kita-kita ini nggak ada yang begitu lahir punya kemampuan luar biasa. Seiring dengan perkembangan usia dan juga pendidikan, insya Allah kita akan menjadi luar biasa. Yakin saja asal kita mau belajar dan mau mengubah diri kita untuk menjadi lebih baik lagi dari hari ke hari.

Boys and gals, insya Allah kita bisa menjadi luar biasa. Bukan biasa-biasa aja. Kita juga bisa mempermak diri menjadi remaja luar biasa. Tentu, itu bergantung kepada komitmen kita, tanggung jawab kita, harapan kita, cita-cita kita dan kerja keras kita. Betul, kita nggak mau kalo cuma dianggap remaja biasa. Sebab, dalam diri kita bersemayam naluri untuk mempertahankan diri, yang salah satu penampakkannya kita nggak mau dianggap rendah. Dalam pergaulan aja, kita pasti nggak mau kan kalo cuma dianggap bilangan aja dalam sebuah komunitas, tapi sekaligus kita juga ingin diperhitungkan. Yup, kita nggak sudi kalo dalam sebuah komunitas dianggap sebagai “ngajejegan” alias pelengkap bin ganjel aja. Tapi keberadaan kita dalam sebuah komunitas itu memang benar-benar diharapkan karena memiliki kelebihan dan kemampuan yang tak dimiliki oleh anggota komunitas pada umumnya.

Bro, kamu pasti bisa melakukannya. Kita semua pasti bisa mengubah diri menjadi yang terbaik. Kalo kata Pak Fauzil ‘Adhim yang penulis itu, "jika mampu menjadi yang terbaik, menjadi baik saja belum cukup". Duile keren abis dah! So, kalo kamu mampu menjadi keren, maka menjadi biasa-biasa aja apalagi cupu (culun punya) nggak asyik banget. Sumpah tujuh turunan dan tujuh tanjakan! (backsound: capek dong jalannya? Hehehe.. iya apalagi jalannya berbatu dan terjal! Uppss.. apa hubungannya?)


Kita bukan hewan

Halah, pasti kita semua tahu dan sadar dong kalo diri kita adalah manusia, dan tentunya bukan hewan. Betul, kita semua paham bahwa dilihat dari sisi biologis, kita adalah manusia. Tapi, kalo soal pikiran dan perasaan, nggak otomatis juga kok. Banyak di antara kita ternyata malah mirip-mirip dengan pikiran dan perasaan hewan. Mau contoh? Singa kalo mau makan suka berebut nggak dengan singa lainnya? Kalo kamu perhatiin dalam acara Animal Planet sih emang gitu deh. Main cakar dan saling gigit lawan masing-masing untuk dapetin makanan incerannya. Manusia, kalo nggak belajar norma dan aturan, kayaknya gitu juga deh. Banyak banget kasus gara-gara rebutan penumpang, sopir angkutan umum berantem, malah pake ngeluarin senjata tajam segala. Ujungnya, yang satu masuk bui, yang satu masuk kubur. Rugi semuanya kan?

Oya, kita juga paham bahwa antara manusia dan hewan sama-sama memiliki otak. Tapi perbedaannya, hewan nggak dibekali akal, sementara kita diberikan karunia besar oleh Allah Swt. berupa kemampuan berpikir. Buktinya, dalam peradaban hewan nggak dikenal kemajuan teknologi, nggak ada juga yang sampe sekarang gajah bisa bikin rumah sendiri, atau sesama gajah saling bantu untuk bikin kandang, nggak ada juga gajah yang jualan bahan bangunan. Hehehehe... Ya, karena kemampuannya yang “segitu-gitunya” itu gajah nggak memiliki kemampuan untuk berpikir. Maka, ‘peradaban’ gajah nggak berkembang, dari dulu sampe sekarang dan masa yang akan datang gajah hanya makan makanan yang “itu-itu” juga. Kalo manusia? Hmm.. mungkin yang mau makan gajah juga ada. Manusia bisa mengolah bahan makanan seperti singkong aja bisa menjadi produk combro, peuyeum alias tape, colenak, keripik dan sebagainya. Iya nggak sih? Tapi gajah? Belum ada ceritanya ada combro buatan gajah. Kalao combro yang diinjek gajah bisa jadi ada.

Sobat, di dunia hewan nggak dikenal ajang audisi macam Dangdut Mania, Super Mama, Mamamia, KDI, Indonesian Idol dan lainnya seperti halnya dalam dunia kita, manusia. Di dunia hewan persaingan mendapat harta dan ketenaran, kayaknya nggak ada seperti dalam kehidupan manusia. Maka, hewan manapun tak ada yang mencoba bikin ajang seperti yang disebutin di atas.

‘Peradaban’ hewan nggak mengenal adanya ajang buka aurat, karena emang nggak punya aturan (maksudnya, mau buka aurat atau nggak yang emang nggak ada aturannya yang dihasilkan oleh hewan itu sendiri). Nah, adanya aturan itu bagi manusia justru lahir dari kemampuan berpikir manusia dan kemampuan memahami pesan dari aturan-aturan yang dibuatkan untuk dirinya. Itu sebabnya, dengan segala perbedaan antara manusia dan hewan, jelas banget konsekuensi hidup dan tanggung jawab hidup antara manusia dan hewan juga beda banget. Bener lho.

Allah Swt. tidak mengatur hewan betina yang sudah baligh (backsound: cara ngukur hewan itu baligh atau belum gimana ya?..heheheh) kalo keluar kandang harus menutup aurat, pake jilbab dan pake kerudung (khimar). Nggak ada pula aturan bahwa sapi jantan harus melakukan ghadul bashar alias menundukkan pandangan ketika melihat sapi betina lewat di depannya. hehehe. Kedua aturan itu hanya untuk manusia. Yup, manusia. Karena manusia dibekali kemampuan berpikir. Tapi, sedih banget karena sekarang banyak manusia yang melanggar aturan. Kamu bisa lihat sendiri, wanita yang udah baligh pas keluar rumah malah membuka auratnya, atau sengaja memamerkannya kepada khlayak ramai tanpa ingat dosa sekaligus lupa bahwa dirinya sebagai manusia punya kemampuan memahami aturan bagi kehidupannya. Hmm… menyedihkan banget. Benar-benar tragedi kemanusiaan yang terbesar dan terberat. Padahal, Allah Swt. sudah mewanti-wanti manusia dengan firmanNya:
“Dan sesungguhnya Kami jadikan untuk (isi neraka Jahannam) kebanyakan dari jin dan manusia, mereka mempunyai hati, tetapi tidak dipergunakannya untuk memahami (ayat-ayat Allah) dan mereka mempunyai mata (tetapi) tidak dipergunakannya untuk melihat (tanda-tanda kekuasaan Allah), dan mereka mempunyai telinga (tetapi) tidak dipergunakannya untuk mendengar (ayat-ayat Allah). Mereka itu bagai binatang ternak, bahkan mereka lebih sesat lagi. Mereka itulah orang-orang yang lalai.” (QS al-A’raaf [7]: 179)

Waduh, kita yang nggak mau nurut sama aturan yang dibuatkan oleh Allah Swt. untuk kita kayaknya siap-siap dicap mirip binatang ternak kelakuannya. Iya, maksudnya adalah karena kita udah diberikan kemampuan untuk berpikir, sementara hewan nggak, tapi kelakuan kita malah beda tipis atau malah sama dengan hewan. Iya kan?

Menjadi luar biasa dengan takwa

Okelah, kalo disamain dengan hewan kayaknya banyak yang nggak mau meski faktanya ternyata mendekati ‘sempurna’ dengan hewan dalam soal perilaku. Sekarang kita ngomongin sesama kita sendiri. Meski manusia diciptakan dari bahan yang sama, yakni dari sel sperma dan sel telur, tapi hasil akhirnya nggak ada yang sama. Para begundal macam Mussolini, Hitler, dan Vladimir Lenin sekalipun, diciptakan dari tetes air hina. Sama dengan para ulama dan orang baik-baik lainnya diciptakan dari bahan tersebut oleh Allah Swt. Tapi kehidupan di dunia yang memolesnya menjadi berbeda. Dan, semua itu memang ada konsekuensinya atas segala yang menjadi pilihan hidup mereka

Allah Swt. berfirman (yang artinya): “Yang membuat segala sesuatu yang Dia ciptakan sebaik-baiknya dan Yang memulai penciptaan manusia dari tanah. Kemudian Dia menjadikan keturunannya dari saripati air yang hina (air mani). Kemudian Dia menyempurnakan dan meniupkan ke dalam (tubuh) nya roh (ciptaan) -Nya dan Dia menjadikan bagi kamu pendengaran, penglihatan dan hati; (tetapi) kamu sedikit sekali bersyukur.” (QS as-Sajdah [32]: 7-9)

Menjadi manusia biasa, dalam arti bahwa kita nggak mau berkembang menjadi lebih baik, tentunya sangat menyedihkan sekali. Kita banyaknya tuh “panasan” hati manakala temen kita punya ponsel baru, punya pakaian baru atau harta dan kesenangan dunia lainnya. Buru-buru deh untuk meredam panasnya hari akibat iri itu kita beli ponsel atau harta dan kesenangan sejenis, bila perlu yang lebih baik dari teman saingan kita itu. Tapi sungguh sangat disayangkan, untuk masalah ibadah kok jarang banget yang “panasan” hatinya ya? Lihat temennya yang pake kerudung dan jilbab, hatinya nggak panas, malah biasa-biasa saja. Nggak ngiri, gitu lho. Lihat temennya aktif di masjid dan ngurus remaja masjid, hatinya sedikitpun nggak ‘terbakar’ untuk melakukan hal yang sama. Aneh ya? Ya, bener-bener heran.

Bro, padahal dengan rajinnya kita ibadah kepadaNya dan menjadi takwa itulah yanga akan membuat diri kita spesial dan bukan manusia biasa di hadapan Allah Swt. langsung, bukan cuma di hadapan manusia. Sebab, ketakwaanlah yang menjadi ukuran biasa dan bukan biasa. Allah Swt. berfirman:
“Sesungguhnya orang yang paling mulia di antara kamu di sisi Allah ialah orang yang paling bertakwa di antara kamu.” (QS al-Hujuraat [49]: 13)

Subhanallah, masa’ sih kita nggak mau jadi orang yang istimewa nan mulia, apalagi di hadapan Allah Swt.? Kebangetan kalo sampe kita ogah dapat sebutan orang-orang yang bertakwa. Imam Syafi’i rahimahullah berkata, “Barangsiapa belajar al-Quran maka ia akan agung di pandangan manusia. Barangsiapa yang belajar hadis akan kuat hujjahnya. Barang siapa yang belajar nahwu maka dia akan dicari. Barang siapa yang belajar bahasa Arab akan lembut tabiatnya. Barang siapa yang belajar ilmu hitung akan banyak fikirannya. Barang siapa belajar fiqih akan tinggi kedudukannya. Barang siapa yang tidak mampu menahan dirinya maka tidak bermanfaat ilmunya dan inti dari itu semua adalah takwa.” (pernyataan senada ada dalam kitab Kalam Hikmah Imam Syafi’i karya Shalih Ahmad asy-Syami)

Boyz and galz, kita harus bangga lho menjadi remaja yang bertakwa, karena ketakwaan kita kepada Allah akan membuat kita mulia di hadapanNya dan tentu bukan remaja biasa. Maklumlah menjadi takwa itu berat, harus belajar, harus menahan diri dari perbuatan dosa, harus taat kepada aturan Allah Swt. meskipun aturanNya membuat kita berat melakukannya. Intinya sih, yuk kita benahi diri kita dengan meningkatkan keimanan dan ketakwaan kita kepada Allah Swt. Cara mudahnya adalah belajar. Belajar memahami Islam dengan benar dan baik. Buletin gaulislam insya Allah mau kok membantu kamu. Yuk, kita amalkan Islam secara utuh, yakni sebagai akidah dan syariat. Meski berat dan merasa terpaksa tapi kita harus tetap taat demi meraih derajat orang-orang yang bertakwa dan menjadi remaja luar biasa takwanya. Bukan lagi remaja biasa.

So, pada akhirnya kalo boleh memilih sih, “Lebih baik masuk surga secara terpaksa, daripada masuk neraka dengan kesadaran penuh”. Tul nggak sih?

Hidup tanpa cinta rasanya memang garing banget. Pokoknya bete deh. Sangat boleh jadi kehidupan ini dipenuhi oleh mereka-mereka yang berhati batu. Kejam, bengis, dan sejenisnya. Ibarat hidup di jaman Wild Wild West. Kill or be killed. Sadis!
Cinta, bisa tumbuh dan berkembang dalam sebuah kehidupan. Coba kamu perhatiin, ortu kita sayang banget kan sama kita? Kalo nggak sayang mah, kayaknya waktu kita bayi udah dibuang kali tuh. Heheh.. Tapi, alhamdulillah, ortu kita termasuk orang yang mampu memberikan cintanya kepada kita. Harapannya, agar kita bisa tumbuh, juga dengan memiliki rasa cinta.

Sobat muda muslim, cinta tumbuh di setiap makhluk yang bernyawa. Seperti sebuah lagu lawas berirama melayu yang syairnya kayak begini, �Rasa cinta pasti ada, pada makhluk yang bernyawa..../perasaan insan sama, ingin cinta dan dicinta..�
Yup, emang nggak ada tema yang abadi untuk dibahas selain masalah cinta. Tengok aja mulai dari lagu, puisi, prosa, sampai film didominasi masalah cinta. Wajar karena cinta adalah perasaan yang universal. Dimana-mana, di seluruh dunia, orang membutuhkan dan menginginkan cinta. Cinta ada pada orang tua yang cinta pada anak-anaknya, anak-anak yang cinta pada orang tuanya, adik dan kakak yang saling menyayangi seperti dalam film Children of Heaven, dan ehm, tentu saja cinta dirasakan oleh sepasang pria dan wanita.

Pendek kata dengan cinta kita bisa memberikan kesegaran dalam hidup seseorang. Kalo kamu ngasih uang seribu perak kepada mereka yang membutuhkan, itu artinya kamu telah menolong. Kalo bukan dengan rasa cinta, kayaknya nggak bakalan deh kamu tersentuh dengan penderitaannya. Itu sebabnya orang suka bilang bahwa cinta biasanya berbanding lurus dengan pengorbanan. Selalu seiring deh. Hehehe

Dengan cinta pula, kamu biasanya peduli dengan orang lain. Tegur sapa dengan sesama kita, boleh jadi adalah hal kecil untuk menumbuhkan semangat kebersamaan. Tentunya dalam ikatan cinta di antara kita sebagai manusia. Kita yakin kok, semua manusia itu butuh cinta dan dicintai. Itu sebabnya, peduli adalah salah satu cara untuk menumbuhkan rasa cinta. Masing-masing dari kita dalam pergaulan sehari-hari, ogah banget kalo cuma dianggap sebagai bilangan, tapi kita kepengen juga diperhitungkan. Tul nggak?

Tentang kepedulian dan cinta ini, kita bisa meneladani Abdullah bin Amir. Dengan harga sembilan puluh ribu dirham, beliau membeli rumah milik Khalid bin �Uqbah yang berada di dekat pasar. Pada malam harinya, Abdullah mendengar suara tangis keluarga Khalid. Ia pun bertanya, kepada salah satu pelayan rumahnya, �Mengapa mereka menangis?�
�Mereka menangis karena mereka harus meninggalkan rumah yang telah tuan beli siang tadi,�
jawab si pelayan.
Mendengar penjelasan itu, Abdullah bin Amir berkata, �Pelayan, katakan kepada mereka bahwa uang harga rumah yang telah mereka terima beserta rumah itu menjadi milik mereka semua.�

Subhanallah, Abdullah bin Amir bin Kuraiz tersebut, yang merupakan salah satu dermawan kota Baghdad telah memberikan teladan kepada kita, betapa rasa peduli dengan nasib sesama membuatnya rela mengeluarkan hartanya. Sikap yang amat jarang bisa kita temukan saat ini. Kepengen juga kayak beliau. Heheheh..

Memiliki cinta? Berbahagialah!

Bang Doel Soembang pernah nyanyi begini, �Cinta itu anugerah, maka berbahagialah. Sebab kita sengsara, bila tak punya cinta�. Nggak mengada-ngada tentunya. Cinta memang penuh makna. Dan bisa memberikan kesenangan kepada yang mendapatkannya. Imam Ibnu Qayyim al-Jauziyyah berkomentar tentang cinta, �Cinta itu bisa mensucikan akal, mengenyahkan kekhawatiran, mendorong untuk berpakaian yang rapi, makan yang baik-baik, memelihara akhlak yang mulia, membangkitkan semangat, mengenakan wewangian, memperhatikan pergaulan yang baik, menjaga adab dan kepribadian. Tapi cinta juga merupakan ujian bagi orang-orang yang shalih dan cobaan bagi ahli ibadah.� Memang benar tuh..Dan sangat benar..Hehehe

Sobat muda muslim, jangan salah bahwa cinta bisa berarti sangat luas. Nggak sebatas hubungan antara pria dan wanita saja. Seperti yang udah dijelaskan di awal tulisan ini. Cinta, bisa berarti hubungan antara anak dan ortu yang full kasih sayang. Bisa juga berarti saling mencintai dan menyayangi dengan teman, bisa juga saling menumbuhkan rasa cinta di antara saudara, dan lain sebagainya. Pokoknya luas deh, termasuk cinta kita kepada harta, jabatan, tempat tinggal, kendaaraan, dan yang utama cinta kepada Allah dan Rasul-Nya.

Rasulullah saw. bahkan memberikan teladan bagus kepada kita bagaimana mencintai orang lain dengan tidak pandang bulu. Siapa pun ia, Rasulullah memberikan perhatian, kepedulian, dan tentu cintanya. Ada kisah menarik yang bisa kita simak. Diriwayatkan Abu Hurairah (Nailul Awthar, 4: 90): �Ada seorang perempuan hitam yang pekerjaannya menyapu masjid. Pada suatu hari, Nabi saw. tidak menemukan perempuan itu. Nabi saw. menanyakan ihwalnya. Para sahabat mengatakan bahwa ia telah mati. Ketika Nabi menegur mereka kenapa tidak diberitahu, para sahabat mengatakan bahwa perempuan itu hanya orang kecil saja. Kata Nabi saw., �Tunjukkan aku kuburannya.� Di atas kuburan itu Nabi melakukan shalat untuknya.�

Subhanallahu, sungguh mulia sekali Nabi kita. Ia memberikan teladan yang amat bagus bagi hidup kita. Dalam kesehariannya, Rasul sangat menghormati para sahabatnya. Ambil contoh, suatu hari Abdullah al-Banjaliy tidak kebagian tempat duduk saat menghadiri majlis Rasulullah. Mengetahui hal itu, Rasul lalu mencopot gamisnya dan mempersilakan sahabatnya itu untuk duduk. Tapi Abdullah al-Banjaliy tidak mendudukinya, malah mencium baju Rasulullah dengan air mata yang berlinang, �Ya Rasulullah, semoga Allah memuliakanmu, sebagaimana Anda telah memuliakanku,� komentar Abdullah.
Hmm.. kira-kita kita begitu nggak sama teman kita? Kadang, di antara kita suka ada yang merasa sok sibuk mikirin ummat, sampe-sampe lupa untuk sekadar menyapa kepada teman kita, �Apa kabar?� Padahal, hal �sepele� itu bisa menumbuhkan kecintaan juga lho. Bener. Jangan dikira kagak ada efeknya. Pengaruhnya besar lho. Sebab, kepedulian akan menumbuhkan rasa cinta, dan itu bisa menjadi jalan bagi seseorang untuk bisa menikmati hidup dengan tenang dalam sebuah kebersamaan yang penuh kasih sayang. Nggak percaya? Cobalah kamu lakukan. Siapa tahu kepedulian kamu akan bisa membuat temanmu merasa bahagia. Ditanggung antimanyun deh. Heheheh...Suer.
Itu semua karena cinta sodara-sodara. Sungguh, berbahagialah orang yang memiliki cinta dan memberikannya kepada orang lain. Bahkan bila perlu korbankan segala yang kita miliki dan cintai. Sekali lagi, berbahagialah mereka yang memiliki cinta.
Prioritas cinta kita...

Adakalanya kita sulit menentukan pilihan, bahkan sekadar membuat urutan prioritas sekali pun. Bener, kita kadang bingung kalo disodorkan berbagai pilihan yang kudu diambil salah satu. Apalagi semua pilihan itu memikat. Rasanya sayang kalo sampe nggak diambil. Tapi, dalam kondisi tertentu kita dituntut untuk bisa menentukan prioritas cinta kita. Untuk apa dan kepada siapa. Siap kan?

Dari semua cinta yang kita miliki, pastikan cinta kepada Allah dan Rasul-Nya menempati daftar utama dalam kehidupan kita. Yang lainnya; cinta harta, kendaraan, jabatan, status sosial, tempat tinggal, perusahaan, barang dagangan, bahkan cinta kita kepada keluarga, dan suami atau istri (bagi yang udah punya he..he..) harus rela untuk �dikesampingkan�. Allah Swt. berfirman:� �Katakanlah: "Jika bapak-bapak, anak-anak, saudara-saudara, isteri-isteri, kaum keluargamu, harta kekayaan yang kamu usahakan, perniagaan yang kamu khawatiri kerugiannya, dan rumah-rumah tempat tinggal yang kamu sukai, adalah lebih kamu cintai daripada Allah dan Rasul-Nya dan (dari) berjihad di jalan-Nya, maka tunggulah sampai Allah mendatangkan keputusan-Nya." Dan Allah tidak memberi petunjuk kepada orang-orang fasik.� (at-Taubah [9]: 24)

Untuk masalah ini, Rasulullah pantas dan layak menjadi teladan kita. Maka jangan heran jika Aisyah ra. bercerita tentang Rasulullah saw. setelah didesak oleh Abdullah bin Umar. Apa yang diceritakan Ummul Mukminin?

Beliau menceritakan sepotong kisah bersama Rasulullah saw. (Tafsir Ibnu Katsir, I: 1441): �Pada suatu malam, ketika dia tidur bersamaku dan kulitnya sudah bersentuhan dengan kulitku, dia berkata, �Ya, Aisyah, izinkan aku beribadah kepada Rabbku.� Aku berkata, �Aku sesungguhnya senang merapat denganmu, tetapi aku senang melihatmu beribadah kepada Rabbmu.�Dia bangkit mengambil gharaba air, lalu berwudhu. Ketika berdiri shalat, kudengar dia terisak-isak menangis. Kemudian dia duduk membaca al-Quran, juga sambil menangis sehingga air matanya membasahi janggutnya, ketika dia berbaring, air matanya mengalir lewat pipinya mambasahi bumi di bawahnya. Pada waktu fajar, Bilal datang dan masih melihat Nabi saw. menangis,�Mengapa Anda menangis, padahal Allah ampuni dosa-dosamu yang telah lalu dan yang kemudian?� tanya Bilal. �Bukankah aku belum menjadi hamba yang bersyukur. Aku menangis karena malam tadi turun ayat Ali Imran 190-191. Celakalah orang yang membaca ayat ini dan tidak memikirkannya.�

;;