Pertengkaran itu…
Kini menyadarkan diriku
Bahwa dirimu..
Begitu berarti untuk ku..

Dirimu yang selalu mewarnai hidupku
Menyayangiku dengan setulus hatimu.
Membuatku tak bisa jauh dari mu


Mengapa pertengkaran ini harus terjadi
Disaat aku rindukan bayangmu
Tak sadarkah kekasih, jika aku sangat merindukanmu..
Pertengkaran yang tak pernah ku inginkan
Mengapa harus terjadi..





Di kala semua bintang tertutup oleh kabut
Aku menorehkan tanda kesepian pada tanah
Aku mengalirkan air mata di perairan
Aku menghujat habis dirimu di sini

Mengapa hanya diriku yang merindu
Mengapa hanya ada cinta untukmu di hati
Mengapa kau tak pernah sadar akan cintaku
Kau hanya bisa berada disisiku tanpa tahu isi hatiku

Gurat senyumku memudar
Hati terkikis karena pertengkaran itu
Jiwa menguap, menyatu dengan udara
Raga ini hanya bisa mengenang dan terus mengenang

Tak pernahkah kau menyadari
Akan betapa dalamnya cinta ini kau tanamkan
Akan berapa lama cinta ini tumbuh
Akan sampai kapan cinta ini bertahan

Di kala semua bintang tertutup oleh kabut
Aku menolehkan tanda tanya pada Bumi Pertiwi
Aku menjanjikan tanda seru pada Angkasa
Aku menghujat habis diriku disini

Entah apa arti rindu ini
Menggelayut kedalam sukma
Memecah keheningan malam
Menyapa kepedihan hati.


–Untuk Perempuan yang Menyimpan Lembut Cahaya Bulan di Matanya-

Mengenangmu, perempuanku..
Seperti berkelana jauh menjelajah bintang
memetik setiap noktah-noktah cahayanya
yang membentuk wajahmu dirangka langit
lalu melukiskannya kembali
di kanvas hati, dengan lembut cahaya bulan
yang terbit dari indah matamu

Mengenangmu, perempuanku..
Bagai menikmati setiap tetes bening embun
yang menyebar rata pada rumput pekarangan
lalu menuainya satu-satu
dan kupintal rapi bersama desir rindu
yang terus mengalun meski mata sudah terjaga
dari rangkaian mimpi indah tentangmu

Mengenangmu, perempuanku..
Laksana menikmati larik pelangi dibatas cakrawala
Yang melengkung sempurna serupa senyummu
lalu dari sana, kujadikan setiap bilah warnanya
menjadi seikat puisi, yang kukirimkan padamu
bersama derai gerimis dan desah pilu tak berkesudahan

Mengenangmu, perempuanku
Seperti mengayuh sampan kecil di danau yang sepi
Dimana setiap kali kayuhnya yang jatuh
memercik menerpa air
Adalah detak-detak jantungku
yang telah lelah menghitung waktu
mengendap didasar hati,
dari matamu…

;;